Macam-macam shalat sunnah, diantaranya adalah:
Pertama: shalat sunnah Rawatib
Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang
hamba yang muslim melakukan sholat sunnah yang bukan wajib, karena
Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan
membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” (HR. Muslim no. 728)Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu dia berkata:
“Aku menghafal sesuatu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa shalat sunnat sepuluh raka’at yaitu; dua raka’at sebelum shalat zuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat maghrib di rumah beliau, dua raka’at sesudah shalat isya’ di rumah beliau, dan dua raka’at sebelum shalat subuh.” (HR. Al-Bukhari no. 937, 1165, 1173, 1180 dan Muslim no. 729)
Dalam sebuah riwayat keduanya, “Dua rakaat setelah jumat.”
Dalam riwayat Muslim, “Adapun pada shalat maghrib, isya, dan jum’at, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnahnya di rumah.”.
Dari hadits diatas kita bisa ambil kesimpulan bahwa mengerjakan shalat yang wajib di tambah shalat yang sunnah maka pahala yang akan di dapan akan lebih besar dan lebih baik.
Jumlah rakaat shalat Sunnah Rawatib. Diantaranya:
- 2 rakaat sebelum Subuh ; dan ada keutamaan mengerjakan shalat 2 rakaat sebelum subuh.
‘Aisyah Radiyallahu ‘anha berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dua rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
Juga dalam hadits ‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah
yang kontinuitasnya (kesinambungannya) melebihi dua rakaat (shalat
rawatib) Shubuh.” (HR. Bukhari no. 1169 dan Muslim no. 724)
- 2 rakaat sebelum Dzuhur
- 2 rakaat sesudah Dzuhur
- 2 rakaat sesudah Magrib
- 2 rakaat sesudah Isya’
Ada tambahan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kerjaan dalam shalat sunnah Rawatib yaitu:
- 4 rakaat sebelum Ashar. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Yang artinya: “Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat (sunnah) empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud no. 1271 dan At-Tirmizi no. 430)
- 2 rakaat setelah shalat Jum’at
Kedua : shalat Tahajud ( Shalat Malam)
Allah Ta'ala berfirman,
“(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9).
Yang dimaksud qunut
dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu'
(Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12: 115).
Salah satu maksud
ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di
waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!” (Lihat Zaadul Masiir,
Ibnul Jauzi, 7/166). Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-.
Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR.
Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Hendaklah
kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat amalan
adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih
dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”
(Lihat Al Irwa' no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
Jumlah rokaatnya paling sedikit adalah 1 rokaat berdasarkan sabda Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam, “Sholat
malam adalah 2 rokaat (salam) 2 rokaat (salam), apabila salah seorang
di antara kamu khawatir akan datangnya waktu shubuh maka hendaklah dia
sholat 1 rokaat sebagai witir baginya.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan paling banyak adalah 11 rokaat berdasarkan perkataan ‘Aisyah radhiyallohu ‘anha, “Tidaklah Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam sholat malam di bulan romadhon atau pun bulan yang lainnya lebih dari 11 rokaat.” (HR. Bukhori dan Muslim), walaupun mayoritas ulama menyatakan tidak ada batasan dalam jumlah rokaatnya.
Ketiga: Shalat Witir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)
Rakaat shalat witir:
- Satu rakaat kemudian salam
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang saat itu beliau berada di atas mimbar, Bagaimana cara mengerjakan shalat malam?” Beliau menjawab, “Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu shubuh, hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalat yang telah dilaksanakan sebelumnya. “” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Dua rakaat lalu salam kemudian disempurnakan dengan satu rakaat salam sebagai rakaat ketiganya.
Praktek tersebut telah dilakukan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu sebagaimana dijelaskan Nafi’ Rahimahullah dalam pernyataan beliau, “Sesungguhnya Abdullah bin Umar pernah salam (mengakhirkan shalat) antara dua rakaat dengan satu rakaat dalam witir hingga memerintahkan untuk memenuhi sebagian kebutuhannya.” (HR al-Bukhari no 991 dan Imam Malik dalam al-Muwatha’ 1/125)
Ibnu Umar sendiri menyatakan, “Rasulullah pernah
memisahkan antara dua rakaat dan yang satu (dalam
Witir) dengan salam yang bisa kami dengar( HR Imam Ahmad
2/72,ath-thahawi 1/278 dan Ibnu Hibban 2/35)
- Dilakukan secara bersambung tiga rakaat dengan satu salam yaitu setelah rakaat ketiga.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, “Rasulullah pada bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat jangan tanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” (Muttafaqun ‘alaihi)
- Lima rakaat kemudian salam
Dari ‘Aisyah ia berkata,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam sebanyak tiga belas raka’at. Lalu beliau berwitir dari shalat malam tersebut dengan lima raka’at. Dan beliau tidaklah duduk (tasyahud) ketika witir kecuali pada raka’at terakhir.” (HR Muslim)
- Sembilan rakaat: delapan rakaat dilanjutkan satu rakaat kemudian salam
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Kami dulu sering mempersiapkan siwaknya dan bersucinya, setelah itu Allah membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke sembilannya. Kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah salam sambil duduk, itulah sebelas rakaat wahai anakku. Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku.” (HR. Muslim no. 746)
Keempat: Shalat Dhuha
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
“Pada
pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk
bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah,
setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan
tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan
takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf
(mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran)
adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan
shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim no. 720)
Dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia memiliki
360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk
bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu
bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di
masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak
mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua
raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)
Imam Nawawi mengatakan,
“Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang
sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang
mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at.” (Syarh Shahih
Muslim, 5: 234)
Waktu shalat dhuha
adalah ketika terbitnya matahari sampai zawal (condong). Dan waktu
terbaik untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah pada saat matahari terik.
Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Zaid bin Arqam, bahwasanya dia pernah melihat suatu
kaum yang mengerjakan shalat Dhuha. Lalu dia berkata “Tidaklah mereka
mengetahui bahwa shalat selain pada saat ini adalah lebih baik, karena
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
“Shalat awaabiin (orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah ketika anak-anak unta sudah merasa kepanasan”[ Di dalam kitab, Syarh An-Nawawi (VI/30). Imam Nawawi mengatakan : Ar-Ramdhaa’ berarti kerikil yang menjadi panas oleh sinar matahari. Yaitu, ketika anak-anak unta sudah merasa panas. Al-Fushail berarti anak unta yang masih kecil”. Lihat juga, Nailul Authaar (II/81)]. Diriwayatkan oleh Muslim No 748
“Shalat awaabiin (orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah ketika anak-anak unta sudah merasa kepanasan”[ Di dalam kitab, Syarh An-Nawawi (VI/30). Imam Nawawi mengatakan : Ar-Ramdhaa’ berarti kerikil yang menjadi panas oleh sinar matahari. Yaitu, ketika anak-anak unta sudah merasa panas. Al-Fushail berarti anak unta yang masih kecil”. Lihat juga, Nailul Authaar (II/81)]. Diriwayatkan oleh Muslim No 748
Jumlah rakaat shalat dhuha:
· 2 rakaat. Berdasarkan hadits diatas
- 4 rakaat. Telah ditunjukkan oleh Abu Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman :”Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.
- 6 rakaat. Berdasarkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu : “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dhuha enam rakaat” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab Asy-Syamaa-il. [Hadits shahih lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab Asy-Syamaa’il, bab Shalatudh Dhuha, (hadits no. 273) hadits ini dinilai shahih lighairihi di dalam kitab, Mukhtashar Asy-Syamaailil Muhammadiyyah, (hal. 156). Beberapa sahid dan jalannya telah disebutkan di dalam kitab Irwaaul Ghaliil (II/216)]
- 8 rakaat. Berdasarkan hadits Ummu Hani, di mana dia bercerita :”Pada masa pembebasan kota Makkah, dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di atas tempat tinggi di Makkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beranjak menuju tempat mandinya, lalu Fathimah memasang tabir untuk beliau. Selanjutnya, Fatimah mengambilkan kain beliau dan menyelimutkannya kepada beliau. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Dhuha delapan rekaat [Di dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi orang yang mengaku bahwa shalat ini adalah shalat al-fath (pembebasan), bukan shalat Dhuha. Lihat kitab, Zaadul Ma’ad (III/4100 dan juga Aunul Ma’buud (I/497)]. HR. Bukhari
- 12 rakaat. Berdasarkan hadits Abud Darda Radhiyallahu ‘anhu, di mana dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang danugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani.
Kelima: Shalat Isyroq
Shalat isyroq termasuk
bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya dimulai
dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit)
setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat Shubuh
berjama’ah. Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama'ah di masjid, lalu dia
tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia
seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara
sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani dalam Shahih
Targhib 469 mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi/ shahih dilihat
dari jalur lainnya)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama'ah lalu ia duduk sambil
berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan
shalat dua raka'at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sumber rujukan:
-Artikel Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari
-Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia, Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
-Artikel Ummul Hamam
No comments:
Post a Comment